Selasa, 05 Februari 2008

Pasar Imlek Semawis

Menjelang tahun baru Cina (Imlek 阴历-Yinli), sudah beberapa tahun ini, di Semarang digelar Pasar Imlek Semawis. Penyelenggaraan acara ini merupakan wujud dari ide Prof Darmanto Jatman untuk merevitalisasi Pecinan Semarang sekaligus mendirikan Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata). Selanjutnya, ide ini mendapatkan dukungan dari komunitas Pecinan, akademisi maupun Pemerintah Kota Semarang. Sekarang ini Pasar Imlek Semawis kelihatannya sudah menjadi agenda pariwisata kota itu.

Komunitas Pecinan adalah salah satu komponen yang membentuk kebudayaan Semarang. Komunitas ini ada paling tidak sejak abad 18 dan berkembang ke berbagai bagian kota yang ditandai dengan keberadaannya rumah rumah ibadah (klenteng). Banyak klenteng tersebar di seluruh penjuru Kota Semarang dan di Pecinan, tentu saja, sebarannya terpadat. Makanan khas yaitu Lunpia (润饼-runbing) yang menjadi salah satu identitas Semarang datang dari komunitas itu. Semarang mempunyai nama dalam bahasa Cina yaitu San Bao Long. Saya mencoba menerjemahkannya dari rangkaian hurufnya. Ada 2 cara menulis, yang ke satu 三宝隆 yang berarti Tiga Kekayaan dan Keberuntungan, dan ke dua 三保垄 yang berarti Tiga Tanggul Pelindung .

Pasar Imlek Semawis 2559 (tahun Xia) dibuka pada Sabtu malam 02 Februari 2008 oleh Walikota Sukawi Sutarip. Koran Suara Merdeka 03 Februari 2008 melaporkan bahwa acara pembukaan dimeriahkan dengan kesenian khas Semarang, yaitu: tembang tembang Jawa yang didendangkan oleh siswa siswa etnis Cina, gamelan oleh civitas akademika IAIN Walisanga, tarian khas Cina dan tentu saja barongsai. Acara ini juga dihadiri oleh Alvin Li (
李灵彪-Li Ling Biao anggota DPR-RI), Prof Abdul Jamil (Rektor IAIN Walisanga), Prof Darmanto Jatman (staf pengajar Undip) dan Haryanto Halim (Ketua Kopi Semawis). Pembukaan dimeriahkan juga dengan turunnya hujan namun demikian pengunjung tetap membludak.

Saya menjadi pengunjung pada hari berikutnya. Dengan diantar oleh anak saya, pukul 16.00 saya sudah sampai pecinan melalui jalan Wakhid Hasyim. Di ujung jalan itu (S06.97499 E110.42499) berdiri gapura dengan arsitektur khas Cina bertulis dalam huruf kanji 三保垄唐人街 San Bao Long Tang Ren Jie (arti harfiahnya Jalan Orang Tang di Semarang) dan huruf latin di bawahnya Pecinan Semarang (ini merupakan terjemahan tepat guna huruf huruf di atasnya). Kami mesti berbelok ke kanan (selatan) ke Jalan Beteng sampai mentok, di sanalah (S06.97864 E110.42504) gerbang Pasar Imlek Semawis berdiri. Kendaraan kami parkir di Jalan Beteng. Kami diminta Rp 5.000 oleh seorang pemuda yang menjadi juru parkir di tempat itu. Agak mangkel juga terpaksa membayar mahal tetapi cuaca saat itu begitu cerah, udaranya juga begitu segar sehingga menghilangkan hasrat saya untuk bersitegang dengannya.

Cuaca yang bagus mendorong saya untuk lebih mengamati kondisi fisik di sana. Pasar Imlek Semawis menempati sebagian Jalan Wotgandul dan sebagian Jalan Gang Pinggir. Ada kurang lebih 400m penggal jalan dipakai untuk acara itu. Pada hari kerja jalan itu adalah koridor yang cukup ramai, jalannya dipadati kendaraan dan pertokoannya cukup sibuk. Pada acara ini jalan ditutup dan sebagian toko juga tutup. Selokan di pinggir jalan sebagian tidak tertutup membuat orang mesti hati hati berjalan. Beberapa tempat bau selokan tercium dengan jelas, bau khas Asia.

Suasana pecinan terasa disini walaupun kurang menggigit. Di beberapa titik sepanjang koridor tersebut dijumpai miao yu (klenteng), misalnya: Xiu Fu Miao, Ling Fu Miao dan De Hai Gong. Suasana pecinan juga ditegaskan dengan bentuk arsitektur pertokoannya. Walaupun bagian depan toko sebagian telah dirombak tetapi bagian belakangnya masih menyiratkan arsitektur Cina. Sayang, perombakan itu membuat lingkungan pertokoan terkesan compang camping. Saya berharap semangat Kopi Semawis ini pada saatnya nanti akan mendorong dilakukannya renovasi terhadap pertokoan sehingga suasana pecinan menjadi lebih terasa.


Suasana pecinan juga belum terasa benar pada Pasar Imlek Semawis karena fisik pasar masih seperti pasar malam pada umumnya. Hanya beberapa gerai dan pramuniaganya menampilkan nuansa pecinan. Beberapa perusahaan rokok, sepeda motor dll. yang mungkin sponsor acara ini membuat gerai sendiri yang cukup bagus khas pecinan walau belum menyatu dengan gerai gerai lainnya. Saya yakin, daya tarik pasar malam adalah pada fisiknya selain daripada komoditinya.

Komoditi pasar itu masih relatif sama dengan yang di pasar malam tradisional. Di sana dijajakan barang, antara lain: makanan, minuman, pakaian, pernik pernik khas cina, buku cerita silat, dll. Beberapa jenis jasa juga ditawarkan, misalnya: ramalan, pijat refleksi, pengobatan prana, dll.nya. Selain itu juga ditawarkan produk yang gratis di gerai gerai perusahaan koran setempat, yaitu: melukis sketsa wajah dan menuliskan nama dengan kaligrafi kanji. Dari semua itu produk makanan kelihatannya paling banyak ditawarkan.

Sebagai pengunjung saya belum tergerak untuk mencicipi makanan yang dijual. Penampilan gerai yang kurang menarik, berjajarnya gerai halal dan non halal, sempitnya tempat dll. mengurangi selera saya untuk jajan ditempat itu. Padahal, biasanya saya langsung mengudap setelah zou zou. Pasar Imlek Semawis perlu memperbaiki diri untuk membuat selera pengunjung bangkit.

Pasar Imlek Semawis merupakan gagasan yang bagus dalam rangka menampilkan jatidiri kota sebagai produk pariwisata. Gagasan yang bagus itu perlu mendapatkan dukungan dari semua pemangku kepentingan agar implementasinya juga bagus. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan yang cukup rinci dari berbagai aspek agar Pasar Imlek Semawis dapat tampil lebih menarik. Pemikiran dari sosiologis, arsitek, pedagang, ahli fengshui, ahli kuliner, ahli transportasi dll. mesti dapat terpakai dalam membuat perencanaan sebuah agenda pariwisata itu. Semoga Pasar Imlek Semawis lestari dan terus membaik.

Baca lanjutan!