(Tulisan ini adalah salinan dari tulisan saya pada milis sdajateng dan milis part_a_wismp 15 April 2008)
Suara Merdeka Selasa 15 April 2008 memuat berita genangan pasang (Jawa: rob) pada halaman pertama. Paras muka air laut menaik kemudian melalui Kali Asin air laut melimpah ke daratan terdekat. Sebelas kelurahan di kecamatan kecamatan Semarang Utara, Semarang Tengah dan Semarang Timur tergenang air laut. Koran itu menampilkan juga gambar kesibukan penduduk setempat yang menyelamatkan barang barangnya. Koran itu sudah berkali kali menampilkan fenomena genangan pasang di Semarang.
Fenomena genangan pasang di bagian utara Kota Semarang mulai muncul pada akhir dekade 80an. Ketika itu Pelabuhan Tanjung Emas selesai ditingkatkan. Sedikit demi sedikit genangan air laut meluas. Tahu tahu, Jalan Ronggowarsito dan Mpu Tantular sudah tergenang air pasang sepanjang tahun. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya dan yang paling populer adalah meninggikan paras muka tanah. Tetapi hal itu nampaknya tidak lestari karena paras muka tanah terus mengalami penurunan (terjadi land subsidence). Orang menjadi ingin tahu penyebab penurunan ini.
Penyebab penurunan ini belum jelas benar tetapi paling tidak ada 2 hipotesis. Yang pertama adalah bahwa kegiatan pelabuhan telah meningkatkan kegiatan ekonomi di sekitarnya. Peningkatan kegiatan ekonomi ini telah mendorong ekploitasi air tanah secara berlebihan di daerah berdekatan dengan pelabuhan. Lapisan lempung sebagai penyimpan air tanah terbanyak dengan sendirinya menyusut. Inilah yang menyebabkan paras muka tanah selalu turun. Hipotesis ini nampaknya banyak dipercaya.
Hipotesis yang ke dua menyatakan bahwa kegiatan pemeliharaan kolam pelabuhan yang berupa pengerukan sedimen telah membuat keseimbangan tanah terganggu sehingga tanah (di bawah permukaan) di sekitar pelabuhan yang masih plastis bergerak secara horisontal ke pelabuhan untuk membuat keseimbangan baru. Pergerakan ini terjadi terus menerus sejalan dengan kegiatan pengerukan pelabuhan. Akibatnya, paras muka tanah di sekitar pelabuhan turun. Hipotesis ini terdukung oleh fakta bahwa laju penurunan semakin tinggi ketika mendekat ke pelabuhan.
Sampai saat ini belum ada pernyataan resmi tentang penyebab dari penurunan itu. Sementara itu muncul fenomena yang baru, yaitu pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satu wujud dari fenomena ini adalah mencairnya es di kutub utara, naiknya suhu air laut sehingga paras muka air laut naik. Fenomena ini membuat persoalan genangan pasang Kota Semarang bagian utara menjadi semakin memburuk. Nampaknya konsep yang sahih untuk penanganan genangan ini belum pernah terwujud.
Beberapa konsep ditawarkan antara lain dengan menaikan paras muka tanah (dengan pengurukan), konversi ruang alami menjadi ruang artifisial (polder) dan kombinasi keduanya. Namun saya kurang sependapat dengan cara itu karena terkesan kita jump to the conclusion. Kita sudah pada kesimpulan bahwa ruang tersebut harus diselamatkan at any cost.
Saya cenderung untuk dilakukan kajian ruang terlebih dahulu. Pada kajian ruang tersebut dilakukan analisis sehingga sampai pada kesimpulan ruang tersebut sebaiknya diselamatkan atau sebaliknya, ditinggalkan. Kita akan punya angka angka, misalnya: jumlah penduduk, luas lahan, PDRB, ongkos investasi ruang, ongkos operasi dan pemeliharaan ruang, tingkat produktivitas ruang, dsb nya. Selain itu juga kita akan punya kajian dari aspek sosial dan budaya, dsb nya. Dari kajian inilah nanti DPRD Kota akan dapat memilih menyelamatkan atau meninggalkan. Pilihan DPRD inilah yang saya anggap sebagai dasar untuk pembuatan konsep yang sahih.